Apabila direnungkan secara mendalam, ternyata memang banyak nikmat Allah  yang telah kita terima dan gunakan dalam hidup ini. Demikian banyaknya  sehingga kita tidak mampu menghitungnya. Allah berfirman, ''Dan jika  kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan  jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha  Penyayang.'' (QS 16: 18).
 Hakikat syukur adalah menampakkan  nikmat dengan menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan kehendak  pemberinya. Sedangkan kufur adalah menyembunyikan dan melupakan nikmat.  Allah SWT berfirman, ''Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan,  'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)  kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku  sangat pedih'.'' (QS 14: 7).
Pada dasarnya, semua bentuk syukur  ditujukan kepada Allah. Namun, bukan berarti kita tidak boleh bersyukur  kepada mereka yang menjadi perantara nikmat Allah. Ini bisa dipahami  dari perintah Alah untuk bersyukur kepada orang tua yang telah berjasa  menjadi perantara kehadiran kita di dunia. Firman Allah SWT,  ''Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya  kepada-Kulah kamu kembali.'' (QS 31: 14). 
Perintah bersyukur  kepada orang tua sebagai isyarat bersyukur kepada mereka yang berjasa  dan menjadi perantara nikmat Alloh. Orang yang tidak mampu bersyukur  kepada sesama sebagai tanda ia tidak mampu pula bersyukur kepada Alloh  swt . Nabi bersabda, ''Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka ia  tidak mensyukuri Alloh.'' (HR Tirmidzi). 
                                                                                                                 Manfaat syukur akan  menguntungkan pelakunya. Allah tidak akan memperoleh keuntungan dengan  syukur hamba-Nya dan tidak akan rugi atau berkurang keagungan-Nya  apabila hamba-Nya kufur. Allah berfirman, ''Dan siapa yang bersyukur,  maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan  siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.''  (QS 27: 40).
Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah swt.  Pertama, syukur dengan hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati  apa pun nikmat yang diperoleh bukan hanya karena kepintaran, keahlian,  dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Alloh Yang  Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak merasa keberatan  betapa pun kecil dan sedikit nikmat Alloh yang diperolehnya.
Kedua,  syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat  berasal dari Alloh swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Alloh  melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang  paling berhak menerima pujian adalah Allah.
Ketiga, syukur dengan  perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat Alloh pada jalan dan  perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat ,  menta'ati aturan Alloh dalam segala aspek kehidupan
Sikap syukur  perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini mengingatkan untuk  berterima kasih kepada pemberi nikmat (Alloh) dan perantara nikmat yang  diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas nikmat  Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat  nikmat yang lebih baik.
Selain itu, bersyukur atas nikmat yang  diberikan Alloh merupakan salah satu kewajiban seorang muslim.   Seorang  hamba yang tidak pernah bersyukur kepada Alloh, alias kufur nikmat,  adalah orang-orang sombong yang pantas mendapat adzab Allah SWT.
Allah   telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingat dan bersyukur atas  nikmat-nikmatNya: “Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat  pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari  nikmatKu.” (QS al-Baqarah:152)
Ahli Tafsir, Ali Ash Shobuni  menjelaskan bahwa yang dimaksud “Ingat kepada Alloh” itu adalah dengan  Ibadah dan Ta’at, maka Alloh akan ingat kepada kita, artinya memberikan  pahala dan ampunan. Selanjutnya kita wajib bersyukur atas nikmat Allah  dan jangan mengingkarinya dengan berbuat dosa dan maksiat.
Telah  diriwayatkan bahwa Nabi Musa as pernah bertanya kepada Tuhannya: ”Ya  Robb, bagaimana saya bersyukur kepada Engkau?  Robbnya menjawab:  ”Ingatlah Aku, dan janganlah kamu lupakan Aku.  Jika kamu mengingat Aku  sungguh kamu telah bersyukur kepadaKu. Namun, jika kamu melupakan Aku,  kamu telah mengingkari nikmatKu”.
Di zaman sekarang ini, betapa  banyak orang merefleksikan rasa bersyukur, namun dengan cara-cara yang  bertentangan dengan prinsip-prinsip syukur itu sendiri. Untuk itu, para  ulama telah menggariskan tata cara bersyukur yang benar, yakni dengan  cara beribadah dan memupuk ketaatan kepada Allah swt dan meninggalkan  maksiat.
Alloh swt telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa  orang-orang yang mau bersyukur atas nikmat yang diberikanNya sangatlah  sedikit.  Kebanyakan manusia ingkar terhadap nikmat yang diberikan Alloh  kepada mereka.   “Sesungguhnya Alloh benar-benar mempunyai karunia yang  dilimpahkan atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak  mensyukurinya.” [QS Yunus: 60]
 “Katakanlah: “Siapakah yang dapat  menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut yang kamu berdoa  kepadaNya dengan berendah diri dengan suara yang lembut (dengan  mengatakan): ”Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari bencana ini,  tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.”   Katakanlah: ”Alloh  menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam  kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukanNya.” (QS Al-An’aam:  63-64).
Ketika manusia ditimpa berbagai macam kesusahan mereka  segara berdoa dan berjanji untuk bersyukur pada Allah jika bencana itu  dihindarkanNya.  Akan tetapi, ketika Allah menghindarkan mereka dari  bencana itu, mereka lupa bersyukur bahkan kembali mempersekutukan Allah  swt.   Betapa banyak orang menangis, meratap, memelas dan  merengek-rengek meminta kepada Alloh swt agar dihindarkan dari kesusahan  hidup; masalah pribadi, soal pekerjaan, musibah, dsb.  Akan tetapi,  ketika Alloh menghindarkan mereka dari kesusahan mereka kembali lalai,  bermaksiat, bahkan menerapkan aturan-aturan selain aturan Allah.    Bukankah hal ini termasuk telah menyekutukan Allah swt?   Wallahu a'lam